[BP] – Tatar Sunda
Langkah Presiden Mesir dengan ancamannya baru-baru ini untuk mengintervensi militer dan mempersenjatai suku-suku di Libya dikecam Pemerintah Libya.
Mendagri Libya Fathi Bashagha dikutip dari anadolu mengatakan di Twitter bahwa negaranya tidak akan menerima langkah-langkah “untuk melemahkan kedaulatan [Libya] atau menjatuhkan pemerintah yang sah.”
Presiden Mesir pada Kamis bertemu dengan para kepala suku Libya di ibu kota negaranya, Kairo, dalam hal itu Mesir memperingatkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam menghadapi peningkatan kekuatan militer di dekat kota Sirte di utara Libya.
Kepala Dewan Tinggi Negara Libya, Khalid al-Mishri pada Kamis malam mengecam pernyataan al-Sisi lewat sebuah tweet.
Ketergantungan Al-Sisi pada “kelompok agen” menunjukkan tingkat kegagalan kebijakan Kairo, al-Mishri menekankan ancaman Presiden Mesir “tidak berarti apa-apa” bagi rakyat Libya.
Pada Juni, al-Sisi memerintahkan militernya untuk meluncurkan “misi lintas perbatasan” ke Libya, serta mengatakan, “Setiap intervensi langsung di Libya menjadi sah secara internasional.”
Al-Sisi mengatakan penguasaan kota Sirte dan pangkalan udara al-Jufra oleh pemerintah yang diakui secara internasional akan menjadi “garis merah” Kairo. Dia menyerukan pasukan Mesir untuk “bersiap untuk melakukan misi militer.
Wilayah ini sekarang dipegang oleh jenderal pemberontak Khalifa Haftar.
Sejak April 2019, pasukan ilegal Haftar melancarkan serangan di ibu kota Libya Tripoli dan bagian lain dari barat laut Libya, yang mengakibatkan lebih dari 1.000 kematian, termasuk perempuan dan anak-anak sipil.
Pemerintah sah Libya baru-baru ini meraih kemenangan signifikan, mendorong pasukan pemberontak Haftar keluar dari Tripoli dan kota Tarhuna yang strategis dengan bantuan Ankara. [jayadewata]