Cianjur, Bewara Pakuan – Mungkin tidak banyak yang mengenal Raden Dewi Sartika, wanita Sunda yang telah berjuang demi peningkatan status kaumnya yang termarginalkan pada masa kolonial.
Orang lebih mengenal dan bahkan mungkin menganggap R.A Kartini sebagai satu-satunya tokoh pergerakan kaum wanita pada zaman kolonial.
Dewi Sartika telah membongkar adat priyayi yang kaku pada awal abad ke-20 dengan mendirikan sekolah bagi kaum perempuan.
Dia merupakan seorang perempuan muda yang menjadi salah satu penggagas untuk suatu komisi tentang perbaikan derajat perempuan pada tahun 1912 di negeri bekas jajahan Belanda ini.
Melalui esainya, ia mengkritik kolotnya pandangan kaum feodal Sunda terhadap perempuan. Ia juga menyinggung pentingnya pendidikan bagi perempuan.
“Maka sangat penting memberikan pelatihan kepada bidan, perempuan yang bekerja di kantor, juru ketik, pembantu rumah tangga, pekerja perkebunan, dan lain-lain. […] Kita tidak boleh lupa bahwa di luar sana masih banyak perempuan yang harus mengisi ‘bakul nasi’ mereka dengan bekerja di pabrik atau perkebunan padahal mereka belum diberikan pelatihan yang memadai,” tulis perempuan itu sebagaimana dikutip Cora Vreede-De Stuers dalam Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian (2017: 70).
Pada usia 30 tahun, pendapat dan gagasan Sartika telah dianggap penting dan dijadikan pembahasan oleh pemerintah kolonial. Apalagi saat itu politik etis sedang bersemi di Hindia Belanda.
Perempuan yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1966 ini telah berkiprah dalam dunia pendidikan sejak muda di Bandung. Sekolah rintisannya, bernama Sakola Istri merupakan sekolah khusus perempuan bumiputra pertama di Hindia Belanda.
M.A. Salmun, seorang penulis biografinya, memuji Dewi Sartika atas jasanya itu. Sebagaimana dikutip Rochiati Wiriaatmadja dalam Dewi Sartika (1983: 113), Salmun menulis, “Dari Citanduy sampai Selat Sunda, Dari Ujung Karawang sampai Ujung Genteng, Kenyataannya, apabila bukan karena dorongan gejolak jiwa Nyi Raden Dewi Sartika, belum tentu kini ada ribuan wanita Sunda yang pandai.”
Dewi Sartika dilahirkan di Bandung pada 4 Desember 1884. Ayahnya, Raden Rangga Somanagara, merupakan seorang Patih Bandung. Ibunya, Rajapermas, merupakan putri Bupati Bandung saat itu, R.A.A. Wiranatakusumah IV. Status Sartika terhitung priyayi tinggi di kalangan menak Sunda dahulu.
Somanagara ayah Sartika termasuk salah satu priyayi yang maju pola pikirnya untuk ukuran saat itu. Ia termasuk golongan priyayi yang paling awal menyekolahkan putra-putrinya, termasuk Sartika. Padahal di masa itu menyekolahkan anak perempuan adalah hal baru dan aneh dalam adat menak Sunda.
Sartika hanya sempat bersekolah di Eerste Klasse School sampai kelas dua. Pada Juli 1893, Raden Somanagara diasingkan ke Ternate oleh pemerintah kolonial.
Ayah Sartika dituduh terlibat dalam sabotase acara pacuan kuda di Tegallega untuk mencelakai bupati Bandung yang baru, R.A.A. Martanegara. Kehidupan keluarga dan pendidikan Sartika akhirnya buyar akibat peristiwa pembuangan itu.
Sejak saat itu, Sartika kecil diasuh oleh pamannya dari pihak ibu, seorang Patih Cicalengka bernama Raden Demang Suria Kartahadiningrat.
Pamannya dikenal sebagai seorang menak yang beradat luhur. Makanya tidak aneh banyak keluarga menak Priangan yang menitipkan anaknya di rumah Suria Kartahadiningrat untuk belajar adat dan budi pekerti.
Sartika disambut dengan dingin dan diperlakukan berbeda di rumah itu. Dia mendapatkan banyak pekerjaan rumah tangga dan mesti rela menempati kamar belakang sebagaimana layaknya seorang pelayan. Hukuman buang yang diterima ayahnya adalah aib bagi kaumnya.
Rochiati Wiriaatmadja menulis, “Di antara banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Dewi Sartika ialah mengantar saudara-saudara sepupunya pergi ke rumah seorang nyonya Belanda untuk belajar bahasa Belanda dan menulis-membaca. Ia sendiri tidak diperkenankan untuk ikut belajar” (hlm. 67-69).
Sartika memang dibedakan, tetapi tak selalu jadi medioker. Ada kala ia melakukan pemberontakan-pemberontakan kecil. Di antara gadis-gadis itu, hanya Sartika yang pernah mengenyam sekolah dan bisa membaca dan itu menjadi senjata terbesarnya.
Seringkali gadis-gadis itu memperoleh surat cinta dari pemuda terpandang atau tunangan mereka. Karena tak mampu membaca, maka Sartika yang selalu diminta para gadis itu membacakan surat-surat itu. Sering kali Sartika mengerjai gadis-gadis kasmaran itu dengan mengubah isi surat yang dibacanya.
“Terjadilah situasi-situasi tragis-komis. Si gadis menangis karena putus cinta, sang pemuda marah karena malu diganggu di tempat pemondokan dengan kunjungan yang tak disangka-sangka dan yang kurang patut dilakukan seorang wanita terhormat,” tulis Rochiati Wiriaatmadja. (hlm. 71-72)
Tetapi, dari kejadian-kejadian konyol itulah kemudian membuat Sartika sadar satu hal: keadaan kaumnya yang lemah kedudukan sosialnya, karena kurangnya pengetahuan.
Rumah pamannya merupakan potret kecil kehidupan feodal Sunda. Di kalangan priyayi, anak-anak laki-laki memperoleh pendidikan layak, sementara kaum perempuan dianggap cukup diajari keterampilan rumah tangga dan adat belaka.
Para gadis itu pada dasarnya hanya menuruti kemauan orang tuanya. Secara tradisional, perempuan dianggap cukup bergantung pada jaminan hidup dari ayahnya atau suaminya.
Sartika melihat hal ini pada ibunya, yang tak kuasa berbuat apa-apa untuk menyatukan keluarganya yang pecah ketika ayahnya diasingkan dan aset-asetnya disita pemerintah.
Itulah muasal “gejolak jiwa” Dewi Sartika. Sartika ingin melihat kaumnya jadi pribadi yang mandiri dan independen. Dan hal semacam ini belum pernah ia temui di masanya.
Rochiati Wiriaatmadja menulis, “Dari pengalaman langsung yang dialami sendiri, Dewi Sartika sudah dapat mengatakan apa yang paling perlu untuk diperbaiki, yaitu kecakapan membaca dan menulis, di samping pengetahuan kewanitaan, kesehatan, dan hal-hal yang umum lainnya” (hlm. 71 & 73).
Pendidikan yang layak bagi perempuan menjadi perhatian penting bagi Dewi Sartika. Pendidikan untuk anak perempuan di masa kolonial bukan tak ada, hanya sangat terbatas untuk bangsawan dan orang Eropa. Kekakuan adat juga masih jadi kendala bagi orangtua menyekolahkan anak gadisnya.
Di sinilah peran penting Dewi Sartika yang hampir sendirian menerobos ketatnya adat priyayi itu. Pada 1902, ia memutuskan kembali ke Bandung saat ibunya, Rajapermas, pulang dari pengasingan.
Kehidupan kolot di Cicalengka dipandangnya tak akan memberi kemajuan apa-apa untuk cita-citanya.
Dewi Sartika kemudian memberanikan diri menghadap Bupati Bandung Martanagara dan meminta izin mendirikan sekolah bagi gadis remaja.
Meski semula ragu, Bupati Martanagara akhirnya merestui, dan menyarankan agar sekolah itu pertama dibuka di pendopo Kabupaten Bandung.
“Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan,”kata Bupati Martanagara kepada Dewi Sartika. “Apabila tidak terjadi apa-apa, boleh pindah ke tempat lain.”
Dan demikianlah, pada 16 Januari 1904, Sakola Istri berdiri.
Saat itu usia Dewi Sartika masih 20 tahun. Ia turun tangan menjadi pengajar untuk angkatan pertama berisi dua kelas dengan 20 murid. Kebanyakan murid-murid ini adalah anak-anak pegawai rendah Kabupaten Bandung.
Kurikulum sekolah itu, selain keterampilan rumah tangga, memberikan pelajaran agama dan bahasa Belanda. Pengajar-pengajarnya pun diusahakan dari kalangan profesional.
Berkat dukungan dari suaminya, Raden Agah Suriawinata yang juga seorang pendidik, Sakola Istri berkembang cukup pesat. Pada 1912, menurut Stuers, Sakola Istri telah memiliki cabang di sembilan kabupaten di Priangan (hlm. 70).
Atas kerja kerasnya itu, tak heran jika pemerintah kolonial memperhatikan pendapat-pendapat Dewi Sartika tentang perbaikan kondisi perempuan. Mindere Welvaart Commitie menjadikannya salah satu dari sembilan narasumber untuk soal ini.
Pada 1914, ketika laporan komisi ini terbit, Dewi Sartika menekankan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan. Ia memandang sudah saatnya diselenggarakan pendidikan kejuruan untuk perempuan sebagai bekal mereka di dunia kerja.
Menurut Stuers, Dewi Sartika termasuk yang pertama bicara tentang kesetaraan upah bagi pekerja perempuan dan masalah poligami. Ia mengkritik upah perempuan yang dibayar lebih sedikit ketimbang pekerja laki-laki.
“Jika kaum perempuan melakukan pekerjaan yang sama banyak dengan lelaki, ia berhak mendapatkan upah yang sama besar pula dengan kaum lelaki. Perkawinan di bawah umur dan poligami adalah bentuk kemunduran suatu masyarakat,” kutip Stuers (hlm. 262).
Kata-katanya yang terkenal adalah, “Ieuh barudak, ari jadi awewe kudu sagala bisa, ambeh bisa hirup!”.
Atas kiprahnya tersebut, Dewi Sartika oleh pemerintah kolonial dianugerahi medali Orde van Oranje-Nassau pada 1939. Pada tanggal 11 September 1947, tokoh wanita Sunda ini menghembuskan nafas terakhirnya.
Di saat dia pergi, dia telah memberikan warisan besar bagi bangsa yang besar ini, yaitu emansipasi bagi wanita Indonesia. (berbagai sumber)
Jasa dan perjuangan beliau sangatlah besar dan sangat berjasa bagi kaum perempuan
Beliau sangatlah hebat dan patut dicontoh, terimakasih untuk beliau yang sudah memberikan kesejahteraan untuk perempuan.
Dewi sartika yang sangat berjasa,beliau sangat berjasa untuk meningkatkan derajat kaum wanita
Berkat Ibu RADEN DWI SARTIKA para wanita sunda jadi bisa sekolah lagi dan mengangkat derajat kaum wanita dan mengharumkannya
Perjuangan Raden Dewi sartika sangat mengagumkan tanpa beliau mungkin kita sebagai waniya tidak akan ada kemajuan dan di anggap lemah
Sata sangat suka dengan dewi patimba karena memperjuangkan hak wanita
Dewi sartika memiliki peran penting bagi kaum wanita,mungkin jika tidak ada beliau kaum wanita tidak ada apa apanya.
Jasa beliau sangat berharga bagi kita kaum wanita, beliau mengangkat derajat kaum wanita, dan patut dijadikan motivasi
Perjuangan Dewi Sartika sangat menginspirasi bagi kita karena telah mengingatkan dan menekankan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan
Sangat kagum atas apa yang telah dilakukan oleh ibu Raden Dewi Sartika, beliau merupakan salah satu orang yang berjasa dalam mengangkat derajat kaum wanita yang kala itu termaginalkan pada masa kolonial. Tetapi beliau memperjuangkan dan berhasil mengangkat derajat kaum wanita, dan membuktikan bahwa wanita tidak dapat dipandang rendah.
Perjuangan beliau sangat hebat benar benar panutan wanita dan ia menjunjung tinggi pentingnya pendidika wanita
Raden Dewi Sartika adalah pahlawan yang sangat berjasa bagi kaum perempuan.Perjuangan yang ia lakukan begitu besar untuk mengangkat derajat perempuan. Bukan hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja tapi perempuan juga butuh pendidikan. Saya bangga pada nya dan bersyukur dilahirkan di tanah Indonesia ini.
Ibu Raden Dewi Sartika sangat banyak memberikan inspirasi bagi kaum wanita,salah satunya tentang pendidikan yang sangat penting,dia memberikan emansipasi kepada kaum wanita Indonesia
Sangat mengagumkan dengan perjuangan Dewi Sartika lakukan. Ia menjunjung tinggi pentingnya pendidikan bagi perempuan.patut diapresiasi
Beliau merupakan inspirasi para kaum wanita karena beliau adalah wanita kuat yang sangat hebat. Beliau memilih perjuangan melalui pendidikan, yakni dengn mendirikan sekolah. Dan berkat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat negerinya khususnya para kaum wanita, sekolah yang didirikannya sebagai sarana pendidikan kaum wanita bisa berdiri terus sampai sekarang. bahkan menjadi panutan di daerah lainnya.
Perjuangan Dewi Sartika sangat mengagumkan. Tanpa perjuangannya mungkin saat ini kedudukan wanita masih di anggap lemah. Perjuangan Dewi Sartika sangat membanggakan.
Perjuangan Beliau sangat menginspirasi bagi kita, karena beliau telah membuat kaum wanita menjadi pintar-pintar hingga sekarang berkat jasanya. Oleh karena itu kita harus menghargai semua jasa yang telah dilakukan oleh beliau.
Perjuangan Beliau sangat menginspirasi bagi kita, karena beliau telah membuat kaum wanita menjadi pintar-pintar hingga sekarang berkat jasanya. Oleh karena itu kita harus menghargai semua jasa yang telah dilakukan oleh Ibu Raden Dewi Sartika.
Ibu Raden Dwi Sartika adalah salah satu pahlawan nasional bagi perempuan,beliau mendirikan sebuah sekolah perempuan karena ingin memajukan perempuan di Indonesia, saya sangat terinspirasi oleh beliau ,sangat dipatut diacungi jempol berkat beliau perempuan bisa mendapatkan pendidikan yg layak.
bangga dan sangat sangat terinspirasi oleh ibu Raden Dewi Sartika, jasa jasa beliau sangat berarti bagi Bangsa Indonesia khususnya beliau yang memperjuangkan wanita sejak zaman dahulu.
Saya sangat bangga karena berkar beliau wanita wanita di indonesia utamanya di tatar sunda bisa kembali bersekolah
Saya sangat bangga karena berkat raden dewi sartika wanita wanita di tatar sunda bisa kembali bersekolah dan menjadi orang orang yang pintar
Sangat mengagumkan tentang hal kesetaraan tentang wanita dan pria agar wanita tidak dipandang rendah. Bersyukur sekarang banyak wanita wanita tangguh diluar sana
Perjuangan beliau sangat menakjubkan. Semangat beliau patut dicontoh dan jasa-jasanya harus selalu dikenang
Raden Dewi Sartika, benar benar panutan para wanita, perjuangan beliau patut diacungi jempol dan dijadikan motivasi
Perjuangan beliau sangat menakjubkan. Semangat beliau patut dicontoh dan jasa-jasanya harus selalu dikenang.
Menakjubkan, perjuangan beliau dalam memajukan pendidikan untuk perempuan. Semangat beliau patut dicontoh dan jasa-jasanya harus selalu dikenang.
Raden dewi sartika adalah wanita yang sangat hebat dan sangat berpengaruh di tatar sunda karena beliau telah membantu wanita wanita di tatar sunda dengan mendirikan sekolah dll, sehingga wanita wanita di tatar sunda pintar pintar dan itu merupakan hasil dari jasa raden dewi sartika
Saya sangatt bangga sekali kepada beliau karna beliau telah menekankan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan
Raden Dewi Sartika benar benar panutan para wanita, perjuangan beliau patut diacungi jempol dan dijadikan motivasi
Raden Dewi Sartika ini adalah salah satu pahlawan Indonesia yang sangat luar biasa. Saya sangat kagum dengan usaha beliau dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan Indonesia.
Sangat mengagumkan dengan perjuangan yang telah Dewi Sartika lakukan, ia menjunjung tinggi pentingnya pendidikan bagi perempuan. Patut diapresiasi.
Bangga dan sangat terharu berkat beliau perempuan mendapatkan pendidikan yang layak dan beliau juga adalah orang pertama yang membuka sekolah bagi gadis remaja. Sebagai warga negara Indonesia kita harus menghargai dan menghormati jasa jasa Dewi Sartika dengan mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari.
sangat mengagumkan dengan perjuangan ibu Raden Dewi Sartika ,mungkin jika tidak ada beliau kita sebagai kaum wanita tidak akan ada yang pintar pintar seperti sekarang
Dewi Sartika adalah sebuah pahlawan yang sangat berjasa, beliau mengangkat derajat kaum wanita dan yakin bahwa wanita bukan hanya bisa bekerja di dapur tapi bisa juga mengharumkan nama baik negara.