[BP] – Tatar Sunda
Hampir semua orang yang tinggal di Republik ini mengenal yang namanya Suharto. Presiden RI 2 ini merupakan sosok yang penuh kontroversi.
Selama hampir 32 tahun Indonesia berada di bawah asuhan sosok yang dianggap sebagai pencetus Serangan Umum 1 Maret terhadap Belanda di Yogyakarta.
Suharto dibenci sekaligus juga dicintai banyak orang. Saat ini bahkan banyak kendaraan yang menuliskan tulisan yang menunjukan kerinduan pada sosok Suharto ini.
“Piye kabare, enak zaman ku tho”, merupakan tulisan yang sangat familiar dan menempel di banyak kendaraan terutama truk.
Banyaknya keraguan orang akan pembelaan Presiden RI 2, HM Soeharto, dalam membela Islam waktu itu, dapat ditepis dari peristiwa penting berikut ini.
Tidak ada Kepala Negara atau Pemimpin Negara Islam lainnya yang pernah melakukan seperti yang dilakukan oleh Suharto.
Dimana sejarah mencatat, ia datang dan memberi dukungan langsung kepada Muslim Bosnia yang tengah dibantai pasukan Serbia di tahun 1995.
Ketika itu, pembantaian etnis Muslim di Balkan telah memakan korban ratusan ribu rakyat Bosnia. Dunia mencatatnya sebagai genosida paling mengerikan setelah Perang Dunia II.
Sekitar 200 ribu umat Islam tewas dibantai dan 20 ribu wanita Muslim menjadi korban pemerkosaan, demikian menurut sebuah laporan.
Dalam buku Pak Harto The Untold Stories (Gramedia Pustaka Utama, 2011), diceritakan, di tengah baku tembak antara Bosnia dan Serbia, Presiden Soeharto justru berkunjung ke Balkan yang sedang mendidih.
Pak Harto nekat masuk Sarajevo, Ibu Kota Bosnia Herzegovina, setelah bertemu Presiden Kroasia Franjo Tudjman, di Zagreb pada tahun 1995.
Keputusan Pak Harto masuk di tengah wilayah yang tengah berkecamuk ini mengagetkan semua anggota rombongan.
Apalagi baru saja terdengar kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB, Yasushi Akashi ditembak jatuh saat terbang ke Bosnia.
Rupanya, peristiwa penembakan itu tidak menyurutkan langkah pemimpin negara Non Blok yang disegani di Asia dan Dunia ini untuk tetap berangkat ke Bosnia.
Pihak PBB yang mengetahui keinginan Suharto untuk mengunjungi Ibu Kota Bosnia yang tengah bergolak dan panas oleh pertempuran tampak cemas, gelisah dan sangat ketakutan.
Mereka takut Suharto mati dalam kunjungannya. Seandainya Suharto mati dalam kunjungannya, bisa dibayangkan situasi Dunia dan Balkan akan semakin memanas dan bergolak dan PBB sebagai badan Dunia akan menjadi bulan-bulanan dan sasaran hujatan masyarakat dunia.
Mereka mencoba untuk menghalangi keinginan Suharto yang dianggap nekad dan tidak masuk akal itu. Akan tetapi Suharto tetap teguh pada keputusannya.
Dengan putus asa dan rasa cemas yang luar biasa, pada akhirnya mereka pasrah dan menyodorkan surat kepada Suharto yang isinya menunjukan bahwa pihak PBB tidak bertanggung jawab seandainya Suharto tewas dalam kunjungannya ke Bosnia.
Dengan tenang dan senyum khasnya, Suharto menandatangani Surat sodoran dari PBB tersebut. Surat tersebut sebenarnya merupakan ‘Surat Kontrak Mati’ dari Presiden RI 2 tersebut.
Setelah menandatangani surat pernyataan risiko dari PBB, Pak Harto akhirnya diizinkan masuk Sarajevo.
Soeharto, didampingi Moerdiono, Ali Alatas, diplomat senior Nana Sutresna, ajudan Kolonel Soegijono, Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden Kolonel Sjafrie Sjamsoeddin, juru foto kepresidenan Saidi, serta beberapa orang lainnya, termasuk awak Antara dan RRI.
Kolonel Sjafrie Sjamsoeddin sangat cemas. Apalagi saat itu, Pak Harto menolak mengenakan helm baja dan menolak menggunakan rompi anti peluru seberat 12 kg yang dikenakan oleh setiap anggota rombongan.
“Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja,” ujar Soeharto pada Sjafrie, dikutip dari Kisah Soeharto tembus medan perang Sarajevo.
Karena Pak Harto hanya menggunakan jas dan kopiah. Sjafrie pun ikut-ikutan mengenakan kopiah yang dipinjamnya dari seorang wartawan yang ikut.
Tujuannya untuk membingungkan sniper yang pasti akan mengenali Presiden Soeharto di tengah rombongan.
“Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah,” ungkap Sjafrie.
Sesampai di Istana, Pak Harto diterima Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic yang menyambutnya dengan sangat hangat dan gembira.
Dia benar-benar bahagia, Soeharto tetap mau menemuinya dan memberikan semangat dan dorongan moril walaupun harus melewati bahaya yang mengancam nyawanya.
Kedatangan Suharto sebenarnya sebuah sinyal, bahwa Non Blok dan Negara Islam tidak akan tinggal diam atas aksi pembantaian masyarakat Muslim Bosnia.
Hal ini telah membuat pihak Serbia melemah, sehingga akhirnya terjadi kesepakatan perdamaian.
Pada akhirnya masyarakat Bosnia bisa menghirup udara kemerdekaan dan terbebas dari rasa ketakutan mereka selama ini.
Setelah meninggalkan Istana Kepresidenan Bosnia, Sjafrie pun bertanya pada Soeharto mengapa nekat mengunjungi Bosnia yang berbahaya, termasuk menyampingkan keselamatan dirinya.
“Kita ini pemimpin Negara Non Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang ya kita datang saja. Kita tengok,” jawab Pak Harto.
“Tapi resikonya sangat besar, Pak,” kata Sjafrie lagi.
“Ya itu bisa kita kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka jadi tambah semangat,” kata Pak Harto.
Kata-kata itulah yang membekas di hati Sjafrie. Bahkan sampai puluhan tahun kemudian, dia masih ingat kata-kata Presiden Soeharto tersebut.
Di Sarajevo, Pak Harto meresmikan Masjid Istiqlal atau juga dikenal Masjid Soeharto yang dibangun dengan dana bantuan pengusaha Indonesia, yang juga adik Pak Harto yaitu H. Probosutedjo.
Masjid seluas 2.500 meter persegi itu menelan pembiayaan sebanyak 2,7 juta dolar. Masjid yang terletak di Otoka, Sarajevo, itu menjadi penanda hubungan bilateral dan persahabatan antara Indonesia dan Bosnia Herzegovina.
Seorang warga Bosnia mengatakan, seluruh masyarakat muslim sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia atas pembangunan masjid tersebut.
Pada akhirnya masyarakat di sana dapat shalat dan membaca Al-Quran di masjid.
Kehadiran Masjid Istiqlal telah mengobati duka lama warga muslim Bosnia yang telah kehilangan ribuan masjid dan ratusan madrasah setelah dihancurkan tentara Serbia dalam perang etnis paling mengerikan dalam sejarah.
Perjalanan Soeharto yang penuh bahaya ke medan perang Bosnia yang dikenal dengan perjalanan “Kontrak Mati” ini pada akhirnya dikenang sebagai sebuah perjalanan yang bersejarah, hingga lahirnya sebuah masjid yang telah menyatukan ikatan batin antara dua Negara berbeda yang terpisah jarak puluhan ribu km. [berbagai sumber: jayadewata]
inget kegiatan kelompencapir yang lomba cerdas cermat para petani… miz u Jenderal Besar
Keren sekali pada masa jabatan pak Harto Indonesia menjadi negara yang ditakuti, semoga kisah ini bisa menginspirasi anak bangsa
Tidak ada Kepala Negara atau Pemimpin Negara Islam lainnya yang pernah melakukan seperti yang dilakukan oleh Suharto.Salut, ia datang dan memberi dukungan langsung kepada Muslim Bosnia yang tengah dibantai pasukan Serbia di tahun 1995. Sungguh sosok yang sangat menginspirasi.
Kisah yang sangat menginspirasi
tekad pak Soeharto untuk memberikan semangat dan dukungan secara langsung kepada umat Islam yang ada bosnia yang tengah dibantai pasukan Serbia meskipun taruhnnya nyawa
Sungguh sosok yang menginspirasi karena meskipun taruhannya nyawa, dia tetap semangat dan dukungan secara langsung kepada umat Islam yang ada bosnia yang tengah dibantai pasukan Serbia
Setelah membaca artikel ini kita dapat menambah wawasan ia datang dan memberi dukungan langsung kepada Muslim Bosnia yang tengah dibantai pasukan Serbia di tahun 1995,hebat sekali.
Sungguh kisah yang menginspirasi.
Meskipun taruhannya nyawa tetapi tidak menyulutkan tekad pak Soeharto untuk memberikan semangat dan dukungan secara langsung kepada umat Islam yang ada bosnia yang tengah dibantai pasukan Serbia di tahun 1995.
Setelah membaca artikel ini kita ketahui bahwa pasti ada orang yang terkenal kotrobersial mempunyai sisi yang sangat deramawan,bijak, dan juga disegani banyak orang. Dengan tindakan soeharto tersebut yang dikenal dengan perjalanan “kontrak sejarah” yang memberi dukungan moril kepada kaum bosnia yang sedang mengalami serangan genosida paling mengelamkan terutama bagi umat muslim dunia menunjukkan sisi kebaikan soeharto.
waktu pa harto indonesia disegani dan diakui dunia. indonesia maju dan makmur
jadi inget kegiatan kelompencapir yang lomba cerdas cermat para petani… miz u Jenderal Besar
zaman pak harto zaman swasembada pangan dan ekonomi stabil,,,, kangeeen zaman itu