[BP] – Tatar Sunda
Cianjur,- Seolah tak mau kalah dengan buruh yang melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Sekurangnya 25 Pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dari Yayasan Rumah Pulih Jiwa (YRPJ) pun turun ke jalan memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Sabtu (10/10).
Berdasarkan pantauan di lapangan, aksi unjuk rasa yang bertemakan ‘Gerakan Memanusiakan Manusia’ berpusatkan di Bundaran Lampu Tugu Gentur Cianjur. Aksi tersebut pun tidak terlepas dari pengawasan para pembina YRPJ dan tim milenial.
Kepada awak media Ketua Yayasan Rumah Pulih Jiwa, Rukman Syamsudin, mengatakan, persoalan kesehatan jiwa di Indonesia khususnya di Cianjur, masih menjadi isu marjinal yang tak jarang menghasilkan stigma dan diskriminasi yang tak berkesudahan bagi Orang Sengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
“Kepedulian terhadap ODGJ ini, memang sangat minim bahkan pemerintah pun seolah tidak peduli. Nah, kalau bukan kita siapa lagi,” kata Rukman.
Mirisnya lagi, lanjut Rukman, banyak masyarakat yang menganggap ODGJ ini sebagai individu yang tidak mampu berpikir rasional, sulit diajak bicara, bahkan membahayakan masyarakat yang kerap kali berbuat onar.
“Bisa kami pahami, mungkin karena masyarakat belum paham kondisi ODGJ seperti apa. Nah, maka dari itu kami hadir disini untuk memperlihatkan dan memberikan pemahaman terhadap masyarakat,” ujarnya.
Masih dilokasi yang sama, pembina Yayasan Rumah Pulih Jiwa, Aliet Sajariah, menuturkan, bahwa ODGJ ini tidak perlu dikatakan sebagai orang gila, tetapi sebut saja penderita gangguan jiwa.
“ODGJ ini sebetulnya bisa sembuh, hanya saja masyarakat belum mengetahui,” kata Aliet.
Meskipun pemerintah telah berkomitmen menciptakan Indonesia bebas pasung, sambung Aliet, ternyata di tahun 2020 ini pemasungan masih menjadi yang tertinggi.
“Apabila dipersentasekan, sebanyak 35.2 persen dan enam kasus diantaranya pemasungan anak-anak,” sambungnya.
Terakhir, Aliet menyampaikan bahwa YRPJ Cianjur, sampai saat ini belum mendapat perhatian apalagi bantuan pemerintah setempat dalam menjalankan gerakan memanusiakan manusia.
“Sampai saat ini, baik pemerintah setempat maupun pemerintah daerah, belum berperan aktif dalam menurunkan angka bebas pasung dan program memanusiakan manusia itu belum terpenuhi,” tandasnya. [sr]