Cianjur, Bewara Pakuan – Salah satu kota di Amerika Serikat, Hamtramck, merupakan studi kasus perubahan demografi akibat arus migran yang datang ke Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir ini.
Mayoritas warga Hamtramck dulunya adalah pekerja otomotif Katolik Polandia. Kini, pemilik toko dan bisnis kecil kebanyakan warga Muslim.
Tidak lama setelah serangan teroris di Paris, sebelum penembakan di San Bernardino dan pada musim kampanye di mana Donald Trump mengandalkan sikap fanatik sebagai landasan kampanyenya menjadi bakal calon presiden, di antaranya dengan rencana melarang Muslim masuk ke Amerika, warga kota Hamtramck di Michigan memilih dewan kota pertama di Amerika yang mayoritasnya Muslim, dilansir dari VOA.
Selama lebih dari seratus tahun, kota Hamtramck di pinggiran Detroit, Michigan, dihuni oleh banyak imigran keturunan Polandia yang beragama Katolik.
Dan pada tanggal 3 November 2015, merupakan hari yang tak terlupakan bagi Saad Almasmari, yang meraih suara terbanyak dalam pemilihan Dewan Kota Hamtramck.
Pria kelahiran Yaman ini adalah seorang dari tiga kandidat Muslim dalam pemilu di kota itu. Ketiganya memperoleh suara mayoritas di salah satu kota yang memiliki jumlah migran terbesar di negara bagian Michigan.
Kota Hamtramck menjadi terkenal karena sebagian besar anggota dewannya Muslim.
Menurut Walikota Hamtramck, Karen Majewski, masyarakat di sana terbiasa dengan keragaman etnis dan arus masuk imigran baru dan bagaimana mereka mengubah wajah kota tersebut.
Di abad modern ini, Amerika Serikat mempunyai sejarah panjang terkait konflik dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, sehingga banyak umat Muslim dunia yang membenci Amerika Serikat.
Irak dan Afghanistan merupakan negara yang pernah diinvasi oleh Amerika Serikat beserta koalisinya. Iran merupakan musuhnya sampai saat ini sejak revolusi Islam Iran meletus di bawah Khomeini. Bahkan Iran menjuluki Amerika Serikat sebagai the Great Satan.
Belum lagi keterlibatan secara tidak langsung Amerika Serikat dalam banyak konflik di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya dan keberpihakannya dalam konflik Palestina dan Israel.
Tapi uniknya, Amerika Serikat justru banyak memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi Islam di negaranya untuk maju dan berkembang pesat.
Salah satu bukti, dengan banyaknya para pengungsi dan imigran Muslim yang memilih Amerika Serikat sebagai negara tujuannya. Mereka meyakini Amerika Serikat adalah the Dream Land.
Bahkan beberapa waktu yang lalu dalam kampanyenya, Calon Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menunjukan komitmen untuk memperjuangkan hak-hak umat Islam di negaranya.
Pada Senin, 22 Juli 2020 Joe Biden berpidato di Million Muslim Votes yang digelar Emgage Action, organisasi Muslim terbesar di Amerika Serikat.
Calon presiden dari Partai Demokrat tersebut, mengutip hadis Nabi Muhammad SAW dalam kampanye virtual bertajuk Million Muslim Votes.
Dalam kampanyenya, Biden mendorong Islam diajarkan di sekolah-sekolah dan berjanji untuk mencabut larangan masuk bagi imigran Muslim.
Berikut beberapa petikan pidato Biden di hadapan para pemilih Muslim di Amerika Serikat.
Biden: “Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apabila tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu ubahlah dengan hatinya.” (Biden mengutip Hadis Nabi)
Biden: ” Kepada para Muslim yang mendapat pelecehan dan diskriminasi atau yang lebih buruk karena iman dan warna kulit mereka, kepada mereka yang memperjuangkan keadilan sosial setiap hari dan untuk para Muslim yang mengabdi di militer Amerika Serikat, saya akan menjadi Presiden yang mengakui dan menghormati kontribusi kalian.” (Dihadapan pemilih Muslim)
Biden: “When? Insya Allah,” (Debat Capres melawan Trump)
Kampanye Biden dengan menggunakan isu agama ternyata tidak hanya menarik para pemilih Muslim di Amerika Serikat.
Banyak umat Islam di dunia yang menaruh simpati, apalagi ketika dia mengutip hadis nabi dalam salah satu kampanyenya.
Hal itu terbukti dari banyaknya pemberitaan media di negara mayoritas Muslim yang menyoroti Biden ketika mengutip hadis Nabi dalam salah satu pidato kampanyenya
Sungguh sebuah hal yang menarik untuk disimak dan diperhatikan. Di mana calon Presiden sebuah negara Super power dunia secara terbuka dan gamblang menggunakan isu agama terutama Islam dalam kampanye politiknya.
Sebagai negara liberal dan juga pengusung demokrasi dunia, Biden dan tim suksesnya tidak ragu untuk menggunakan isu agama untuk meraih dukungan suara umat Islam di sana dan bahkan menggunakan isu tersebut untuk menyerang balik lawan politiknya waktu itu. Hal tersebut tentu bertolak belakang, di saat banyak politisi di negara-negara mayoritas Muslim yang takut dan ragu untuk menggunakan isu agama dalam kampanyenya.
Hasilnya sudah bisa ditebak. Mayoritas Muslim Amerika Serikat memberikan dukungannya kepada Biden, sehingga berhasil mengantar dirinya menjadi Presiden negara terkuat di dunia saat ini.
Naiknya Biden tentu saja memberikan efek dan angin segar bagi kemajuan umat Islam di Amerika Serikat saat ini.
Joe Biden, Presiden negara terkuat di dunia begitu menghargai dan menghormati umat Islam yang merupakan minoritas di Amerika Serikat.
Menurut penelitian Pew, salah satu lembaga survei di Amerika Serikat, Islam diprediksi akan menjadi agama terbesar kedua di negara tersebut menggeser posisi Yahudi.
Selain itu, perlu diingat dan dicatat, berbagai macam kartun penghinaan dan pelecehan terhadap pribadi Nabi Muhammad SAW yang telah mengakibatkan aksi demonstrasi dan kerusuhan yang memakan banyak korban jiwa di berbagai penjuru dunia, muncul dan tersebar luas di Eropa, bukan di Amerika Serikat.
Dan inilah Amerika, negeri di mana darah ribuan patriot membasahi bumi untuk menuliskan dalam tinta sejarah dunia “Kami Merdeka” pada 4 Juli 1776.
Inilah Amerika, negeri di mana Winnetou, Ketua Suku Apache bersahabat karib dengan Old Shatterhand yang telah membuat pikiran dan alam bawah sadar masa kecil kita terbawa ke alam liar di prairie nan luas dengan migrasinya kawanan bison raksasa, penampakan kawanan mustang yang kuat dan lincah, kemunculan tiba-tiba beruang grizzly yang buas dan ganas, serta kehidupan keras suku Indian dan keberanian serta kejantanan para koboinya yang mengagumkan.
Inilah Amerika, negeri dimana kisah Uncle Tom’s Cabin telah membelah negara menjadi Union dan Konfederasi dalam perang sipil berdarah pada 1861–1865.
Inilah Amerika, negeri para petarung di mana jutaan tentaranya membanjiri laga perang Dunia 1 dan 2, merasakan brutal dan kejamnya pertempuran darat di Eropa, Afrika dan Asia serta ganasnya pertempuran Laut di Samudra Pasifik dan Atlantik.
Inilah Amerika, negeri tujuan para petualang dan pemberani dari berbagai penjuru dunia mewujudkan impian mereka untuk tinggal dan hidup di bawah kibaran The Star-Spangled Banner sambil berkata “I am Proud to be an American”.
Dan inilah sejatinya Amerika, land of dream and freedom yang bersemboyan In God We Trust, hanya kepada Tuhanlah kami percaya.